Pisanggoreng & Harlan Dimas Isjwara

Belakangan ini banyak mahluk-mahluk yang pantas untuk diceritakan, mulai dari balita 4 tahun sampai dengan selebritis papan atas. Dan sekarang sesosok guru yang sangat menarik, unik, kocak dan cerdas sekaligus. Kombinasi yang jarang.

 

Sang Harlan adalah guru yang mengajar di perguruan tinggi negeri di Bandung. Setelah mengecap dunia asing di USA selama lebih dari satu dekade, beliau kembali untuk jangka waktu 2 tahun ke kampus tercinta. Selama dua tahun ini beliau mengajar di beberapa mata kuliah, termasuk mata kuliah yang diambil Pisanggoreng.

 

Kuliah hari Rabu lalu merupakan kuliah kedua yang sangat menarik. Beliau menceritakan pengalamannya membandingkan betapa berbedanya dunia di tanah air dan

di tanah Uncle Sam.

Beberapa dari kisahnya,
Satu kali beliau ingin membeli perangko di kantor pos. Kebiasaan di Indonesia seperti yang kita semua tahu, siapa cepat maju ke depan loket, dia yang dapat. Dan beliau sangat terkejut, apalagi dengan kebiasaan di negeri asing yang sangat mengagungkan budaya antri. Dengan sedikit kesal beliau meneriaki satpam yang berdiri tidak jauh,
Pak Satpam, tolong dong ini dibuat antri! Jangan ngupil aja.

Kontan seisi kelas terbahak! Begitu juga dengan Pisanggoreng, yang tidak bisa melepaskan tatapannya.

Yang kedua, pengalamannya ketika naik bis kota di Ibu Kota. Ketika dia hendak turun dari bis, dia meminta kondektur untuk meminggirkan bis. Tapi rasanya telinga kondektur dan supir sudah tertutup oleh debu Jakarta nan pekat.

Tak lama beliau meneriaki sopir, “Pak, tolong kepinggirkan bis ini!

Beliau tampaknya tidak sadar dengan bahaya yang dihadapi jika meneriaki sopir bis kota. Namun ada seorang ibu yang membela beliau dan mengeluhkan hal yang sama. Tak lama bis itu pun menepi. Dan beliau turun dalam keadaan utuh.

Wajar memang, ketika seseorang yang sudah terbiasa dengan kehidupan dan budaya yang berbeda, yang sama sekali asing. Tiba-tiba dihadapkan dengan budaya lain -yang ironisnya adalah budaya tanah air- tentu akan mengalami kejutan yang kurang menyenangkan.

Cerita beliau menginspirasi Pisanggoreng -mungkin juga seisi kelas- bahwa ada yang salah dengan budaya kita. Ada yang harus diperbaiki. Ada tugas besar yang menanti di depan. Rasanya sebagian besar orang yang mengenyam ilmu sarjana juga tahu
bahwa banyak yang harus dikerjakan ketika titel kita bukan lagi ‘mahasiswa’. Tapi berapa yang bersedia menjawab panggilan tugas itu? Akan lebih menarik bagi sebagian besar untuk menikmati upah yang tinggi di luar negeri. Hidup di dunia yang nyaman.

Tidak ada yang salah dengan itu. Mungkin sekarang Pisanggoreng bisa mengumbar-umbar betapa minimnya nasionalisme. Mengumbar-umbar bahwa hal yang
paling diinginkannya setelah lulus adalah mengabdi ke pelosok negeri untuk mencerdaskan bangsa.

Siapa yang tahu apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Mungkin Pisanggoreng sudah menjadi bagian dari orang-orang yang sekarang di-underestimate-nya, yang dianggapnya tidak nasionalis.

Siapa yang tahu.

Sebagai penutup, ada satu cerita dari beliau yang rasanya tidak akan terlupakan oleh Pisanggoreng. Beliau berujar bahwa dia akan menceritakan pengalamannya selama di USA. Dia memulai ceritanya dengan satu kalimat dalam bahasa Inggris yang mencengangkan kelas.

“In America, I almost have sex everyday.”

“I almost have sex on Monday, I almost have sex on Tuesday, I almost have sex on Wednesday and so on. And just an almost

9 respons untuk ‘Pisanggoreng & Harlan Dimas Isjwara

  1. Kesimpulannya, subjek Harlan Dimas Isjwara merupakan

    sesosok guru yang sangat menarik, unik, kocak dan cerdas sekaligus. Kombinasi yang jarang … (Pisanggoreng) tidak bisa melepaskan tatapannya … Cerita beliau menginspirasi Pisanggoreng … yang rasanya tidak akan terlupakan oleh Pisanggoreng.

    Ehem! dudududu… :-“

  2. maap ya main nimbrung, saya ngefans bgt sama pak harlan. Sejauh ini dia dosen yg paling bagus ngajarnya. Mantap lah. Itu maksute opo bawa2 sex? Maksudnya mupeng karna di amrik byk cewe2 berbaju minim?

Tinggalkan Balasan ke yasminputri Batalkan balasan